Gambar seekor lebah besar yang hingga di permukaan bunga diambil dengan kamera inframerah.
Punya warna favorit ternyata menguntungkan. Sebagai manusia, Anda mungkin belum menyadari apa dampak memiliki warna favorit, namun di dunia hewan khususnya koloni lebah hal tersebut sudah terbukti bermanfaat.
Seperti halnya manusia, lebah juga punya warna favorit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lebah besar jenis Bombus terrestris cenderung menyukai warna ungu. Kecenderungan ini sepertinya turun-temurun dan warna ungu mungkin tanda sumber makanan yang melimpah.
Dalam sebuah percobaan, para peneliti mengumpulkan 9 koloni lebah yang hidup liar di bagian selatan Jerman dan menghadapkannya pada bunga buatan berwarna ungu dan biru di laboratorium. Bunga yang ditiru dipastikan dari lokasi lain yang belum pernah dijamah tawon-tawon tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa lebah-lebah dari jenis yang paling banyak ditemui di daratan Eropa tersebut lebih suka mendekati bunga berwarna ungu daripada bunga berwarna biru.
Tawon-tawon tersebut lalu dilepaskan ke kebun bungan aslinya. Sebagain besar tawon yang hinggap di buanga berwarna ungu ternyata masing-masing mengumpulkan lebih banyak nektar dibandingkan lebah yang memilih bunga biru. Hal ini menunjukkan bahwa lebah-lebah tersebut secara insting mengetahui bahwa bunga berwarna ungu menghasilkan nektar lebih banyak.
"Seperti biasa Anda katakan kepada teman, setiap orang memiliki warna favorit, dan sekarang kita menemukan bahwa hal tersebut mungkin bermanfaat," ujar Nigel Raine, ahli ekologi evolusi dari Universitas London, Inggris. Ia melaporkan hasil penelitiannya dalam jurnal online PLoS ONE edisi 20 Juni
Pada penelitian-penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa beberapa jenis hewan punya warna favorit, bau, dan tanda-tanda lainnya terutama saat memilih pasangan hidup. Namun, belum banyak penelitian yang menunjukkan hubungannya dengan pemilihan sumber makanan.
Temuan Raine menunjukkan bahwa lebah mengembangkan kesukaannya terhadap warna sebanding dengan besarnya kandungan nektar pada bunga-bunga di sekitarnya. Tentu saja, warna ungu dan biru adalah warna bunga yang umumnya paling banyak menghasilkan nektar.
Hubungan ini mungkin juga berlaku pada jenis-jenis hewan lainnya. Misalnya, pada monyet yang mungkin lebih menyukai warna kemerah-merahan agar dapat lebih mudah menemukan buah-buahan di antara kelebatan hutan yang serba hijau.
Fenomena alam ini hanya muncul sehabis hujan. Begitu indah sehingga menginspirasi banyak lagu, dongeng, dan legenda. Tapi dari kacamata sains, pelangi sangat sederhana. Itu cuma fisika optik semata.
Kunci terjadinya pelangi adalah pembiasan cahaya. Ketika dibiaskan, cahaya akan berubah arah. Biasanya pembelokan ini terjadi ketika cahaya pindah dari medium satu ke yang lain. Hal ini terjadi karena cahaya bergerak dengan kecepatan berbeda dalam medium berlainan.
Ketika memasuki prisma kaca, cahaya akan dibelokkan. Begitu pula jika keluar dari prisma.
Selain membiaskan cahaya, prisma memisahkan cahaya putih menjadi komponen warnanya. Warna cahaya yang berlainan ini berbeda frekuensinya, sehingga memiliki kecepatan tempuh berbeda ketika memasuki suatu zat.
Cahaya yang kecepatannya rendah di dalam kaca akan dibelokkan lebih tajam ketika pindah dari udara ke kaca, karena perbedaan kecepatannya berlainan. Tak mengherankan jika komponen yang membentuk cahaya putih dipisahkan berdasarkan frekuensinya ketika melewati kaca. Pada prisma, cahaya akan dibelokkan dua kali, ketika masuk dan keluar, sehingga penyebaran cahaya terjadi.
Tetesan air hujan dapat membiaskan dan menyebarkan cahaya mirip sebuah prisma. Dalam kondisi yang tepat, pembiasan cahaya ini membentuk pelangi.
Penelitian Dr. Ahmad Khan Sameer Chouwadhary
Ketika menjejakkan kaki di kantor Dr. Ahmad Khan, perasaan saya berkata, wawancara kali ini bukanlah wawancara biasa. Perasaan ini muncul karena salam penuh semangat Dr. Ahmad Khan. Mata Dr. Ahmad Khan berbinar-binar. Dia seperti sedang menekan kebahagiaan yang luar biasa. Lelaki di hadapan saya bukanlah Dr. Khan yang dikenal rekannya sebagai pria lembut dan pemalu. Dr. Khan yang ini penuh percaya diri dan tenang.
Saya mulai bertanya-tanya pada diri sendiri apakah saya tidak salah mendengar berita yang membawa saya kepadanya? Dr. Khan menuturkan, dia tidak hanya menemukan bukti tentang pengarang Al Qur'an, namun juga 'pengarang' manusia!
Hanya sedikit yang saya ketahui ketika melangkahi pintu lab genetik. Saya tidak mengira, saya akan menemui ilmuwan yang penemuannya akan sehebat Galileo, Newton, atau Einstein. Saya pikir saya akan sekedar mewawancarai perkembangan bukunya tentang genetik dan Islam. Saya merancang pertanyaan sekitar moralitas kloning, sedikit sisipan tentang ilmu genetik, dan bagaimana menempatkan genetik dalam perspektif Islam. Bayangan saya berantakan. Saya ternganga. "Anda bercanda, kan?"
"Tidak! Subhanallah! Tidak!" Dia tertawa sangat lebar sembari menyingkirkan tumpukan kertas di mejanya. Saya menoleh pada dinding kantornya. Kalau tidak karena kaligrafi ayat kursi dan foto keluarga, dinding itu kosong. Tidak ada pertanda ruangan ini ditempati lulusan summa cumlaude dari Duke University. Walau dia ilmuwan muda yang tengah menanjak, terlihat cintanya tertumpah hanya untuk Allah dan penelitiannya. Ijasah dan penghargaan, baginya, sekedar sebentuk kertas.
Pertanyaan yang saya siapkan tidak sesuai lagi. Saya mencoba menggali bagaimana sebenarnya penemuan dan apa sesungguhnya yang dia dapatkan.
"Telah beberapa tahun sejak pendidikan doktoral, saya berpikir tentang kemungkinan adanya informasi lain selain konstruksi polipeptida yang dibangun dari kodon DNA. Setelah satu sholat Jumat, saya mendapatkan gambaran samar. Saat itu imam membaca satu ayat dan saya mengaitkannya dengan DNA."
Dr. Khan bangkit, meraih Al Qur'an di rak tertingginya. Al Qur'an itu lecek. Kombinasi yang menarik. Ilmuwan dan pecinta kitab suci.
Dr. Khan mencium Al Qur'an dan membuka halaman tertentu.
"Audhu billahi min asy syatan ir-rajiim. Bismillah Ir-Rahma Ir Rahiim. Sanuriihim ayatinaa filafaaqi wafi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahu ul-Haqq..., Kemudian akan Kami tunjukkan tanda-tanda kekuasaan Kami pada alam dan dalam diri mereka, sampai jelas bagi mereka bahwa ini adalah kebenaran."
"Surat apa itu?"
"Fussilat ayat 53. Kamu mungkin pernah mendengar ilmuwan non muslim bernama Keith Moore?"
"Rasanya. Bisa menyegarkan ingatan saya?"
"Keith Moore ahli embriologi. Setelah membaca Qur'an, dia melihat kesamaan antara penjelasan Qur'an dengan ilmu modern. Dari sini, bisa kita simpulkan Qur'an memberikan bukti kebenaran dalam diri kita. Empat belas abad yang lalu, mikroskopis belum dikenal.
Saya lantas menyadari Qur'an memiliki beberapa tingkatan arti. Sebagian hanya diketahui Allah.
Ketika mendengar surat itu, saya lihat 'ayatinaa', menggunakan kata yang sama maknanya dengan ayat Allah. Dan 'ayatinaa' ini ada di dalam diri manusia. Saya mempelajari genetik. Saya memperkirakan ayat yang dimaksud ada dalam DNA kita."
"Spekulasi bukan?"
"Pertama kali, ya. Selanjutnya saya memperoleh petunjuk samar. Ada kemungkinan ayat Qur'an bagian gen manusia. Satu hal yang perlu dicatat, banyak DNA hadir tanpa memproduksi protein sama sekali. Area tanpa produksi ini disebut junk DNA atau DNA sampah. Masya Allah, ternyata area itu jauh dari makna sampah. Sebaliknya itu adalah kata dari Allah, Pencipta, tanda kebesaran Allah, bahwa Allah yang memberi nafas kehidupan kita."
"Bagaimana Anda menguji hipotesa Anda dan dengan siapa lagi Anda mendiskusikan ini?"
"Lab Gen mendapatkan proyek dari pemerintah untuk meneliti gen dan kecerdasan. Ketika ide ini muncul, kami sedang berkonsentrasi pada area kromosom 19. Saya berdiskusi dengan adik lelaki saya, Imran. Imran ahli analisa sistem. Saya mengajaknya berpikir tentang cara menemukan ayat Qur'an dalam kromosom 19.
Ini pekerjaan sulit. Kami harus menemukan huruf Arab yang mungkin dibentuk dari kodon melalui sistem perlambangan dan meneliti apakah kombinasi itu menghasilkan ayat Qur'an.
Januari tanggal 2, pukul 2 pagi lalu kami menemukan ayat yang pertama, alhamdulillah. Audhu billahi min asy syatan ir-rajiim. Bismillah Ir-Rahma Ir-Rahiim. Iqra bismi rabbika ladzi khalq. Bacalah dengan nama Tuhan yang menciptakan!"
"Ayat yang juga pertama diturunkan pada Rasulullah saw?"
"Ya! Saya juga terkejut. Begitu kami menemukan ayat pertama, ayat yang lain muncul satu demi satu secara cepat. Sejauh ini kami telah menemukan 1/10 ayat Qur'an. Setelah itu tersendat. Kendalanya masih banyak gen yang belum diteliti ilmuwan.
Walaupun kami ingin menyebarkan penemuan kami secepatnya, kami harus meyakinkan kepala kami terpasang dengan benar. Beberapa pekan lalu saya berdiskusi dengan beberapa ahli genetik. Semoga penemuan ini bisa disebarluaskan musim gugur ini.
Saya yakin penemuan ini luar biasa dan saya berani mempertaruhkan karir saya untuk ini. Saya telah membicarakan penemuan saya dengan dua rekan lab saya. Percayalah, ini kali pertama Clive dan Martin (dua rekan kerja) mau berdiskusi tentang agama atau Islam. Saya juga menyurati dua ilmuwan yang selama ini sinis terhadap Islam; Dan Larhammar dari Uppsala University Swedia dan Aris Dreismann dari Universitas Berlin. Saya yakin mereka takkan sinis lagi."
"Subhanallah. Bisakah saya melihat ayat yang ditemukan itu?"
Dr. Khan menyodorkan dua halaman kertas. Yang satu dipenuhi huruf T,C,G, dan A. Yang lain huruf Arab yang jelas terbaca, bahkan 'Qaf' dengan dua titiknya. Saya menanyakan artinya.
"Surat Al Baqarah ayat 6; bagi orang tak beriman, sama saja bagi mereka apakah kamu akan mengingatkan mereka atau tidak; mereka tak akan percaya. Halaman yang satu lagi memuat kombinasi nucleotida. Setiap tiga kode melambangkan satu huruf Arab."
Dr. Khan menarik satu kertas lagi yang memuat huruf A, T, G, dan C secara vertikal untuk nucleotida pertama dan horizontal untuk yang kedua dan ketiga. "Bukan asam amino yang kita dapatkan, melainkan dua kode menghasilkan satu huruf Arab. Bahkan ada satu kodon yang melambangkan tanda berhenti ayat. Subhanallah, penemuan ini benar-benar rahmat besar."
"Apakah ada pesan untuk para pembaca?"
"Semoga penerbitan buku saya, 'Qur'an dan Genetik' semakin menyadarkan umat Islam, Islam jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa memisahkan agama dari ilmu, politik, pendidikan, atau seni. Semoga non muslim menyadari, tak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama."
Saya menghirup minuman saya, menatap mata coklat Dr. Khan seksama. Saya yakin, saya insya Allah sedang menatap masa depan umat..